Pimpinan Rumah Tahfidz di Gowa Cabuli 3 Santriwati di Bawah Umur
Pojoksulsel.com Gowa – Kasus mengejutkan kembali mencoreng dunia pendidikan berbasis agama. Seorang pimpinan Rumah Tahfidz di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, ditangkap polisi atas tuduhan mencabuli tiga santriwati yang masih di bawah umur.
Pelaku, Ferry Syarwan (28), kini menghadapi ancaman hukuman berat setelah dilaporkan oleh korban melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Gowa.
Modus Manipulatif Pelaku
Ferry, yang menjabat sebagai pimpinan Yayasan Rumah Tahfidz Al-Fatih sekaligus guru, diduga telah melakukan aksi bejatnya sejak pertengahan tahun 2024. Dengan memanfaatkan posisinya sebagai figur otoritas, ia memaksa para korban melakukan tindakan tidak senonoh.
Ketiga korban, yang identitasnya disamarkan dengan nama Mawar, Bunga, dan Melati, akhirnya memberanikan diri melaporkan tindakan tersebut setelah mengalami pelecehan selama berbulan-bulan.
“Setelah kami menerima laporan, pelaku langsung kami amankan. Saat ini teridentifikasi tiga korban, tetapi tidak menutup kemungkinan ada korban lainnya.
Semua korban merupakan anak di bawah umur,” ujar Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak, dalam konferensi pers, Rabu (22/1/2025).
Kronologi dan Penyelidikan Awal
Berdasarkan penyelidikan awal, tindakan cabul ini berlangsung sejak Juni 2024. Pelaku menggunakan berbagai dalih untuk mendekati korban hingga akhirnya memaksa mereka melakukan hubungan tidak pantas.
“Motif pelaku adalah untuk memenuhi kebutuhan nafsu pribadinya,” lanjut Kapolres Reonald. Tindakan ini mencerminkan kekerasan seksual yang sangat serius, terutama karena pelaku berada dalam posisi yang seharusnya melindungi dan mendidik.
Ancaman Hukuman Berat
Ferry dijerat dengan Pasal 81 juncto Pasal 76 huruf D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Ancaman hukuman maksimum yang dihadapinya mencapai 15 tahun penjara.
“Kami memastikan akan mengusut tuntas kasus ini tanpa pandang bulu demi memberikan keadilan kepada korban,” tegas AKBP Reonald.
Dukungan untuk Korban dan Langkah Selanjutnya
Saat ini, Unit PPA Satreskrim Polres Gowa terus menggali informasi untuk memastikan apakah ada korban lain yang belum melapor.
Sementara itu, lembaga perlindungan anak dilibatkan untuk memberikan pendampingan psikologis kepada korban guna memulihkan trauma yang mereka alami.
Masyarakat Gowa mengecam keras tindakan pelaku dan menyerukan peningkatan pengawasan di lembaga pendidikan berbasis agama.
Banyak pihak menilai bahwa insiden ini menjadi peringatan penting bagi semua pihak untuk lebih waspada terhadap kemungkinan penyalahgunaan wewenang di institusi pendidikan.
“Lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak, bukan sebaliknya. Kami berharap semua pihak terkait segera mengambil langkah nyata untuk memastikan perlindungan anak dari tindak kekerasan seksual,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat yang enggan disebutkan namanya.
Kasus ini menyoroti pentingnya pendidikan dan pengawasan ketat terhadap lembaga yang melibatkan anak-anak di bawah umur, terutama lembaga berbasis agama.
Selain itu, kejadian ini mengingatkan masyarakat akan perlunya membangun budaya pelaporan dan pendampingan terhadap korban agar kekerasan seksual dapat dicegah dan ditangani lebih cepat.
