BI Catat QRIS Antarnegara Tembus Rp1,66 Triliun hingga Juni 2025, Wisata Naik 35%
POJOKSULSEL.COM — Peta pembayaran digital Indonesia tengah memasuki babak baru. Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS, yang dulu hanya dipakai untuk transaksi domestik, kini semakin meluas hingga ke berbagai negara.
Catatan Bank Indonesia menunjukkan, hingga Juni 2025, nilai transaksi lintas negara melalui QRIS sudah mencapai Rp1,66 triliun.
Angka tersebut bukan sekadar statistik. Di baliknya, ada cerita tentang wisatawan asing yang lebih mudah berbelanja di Bali, pelaku UMKM yang tak lagi pusing menukar valuta asing, hingga diplomasi ekonomi yang memperkuat posisi Indonesia di kawasan.
Perjalanan QRIS ke Mancanegara
QRIS diperkenalkan enam tahun lalu dengan misi menyatukan berbagai kode QR pembayaran.
Perjalanan internasionalnya dimulai pada Agustus 2022 ketika Indonesia menjalin koneksi dengan Thailand. Hasilnya cukup mencolok, 994.890 transaksi dengan nilai Rp437,54 miliar.
Setahun kemudian, giliran Malaysia yang bergabung. Sejak Mei 2023, QRIS lintas negara dengan Negeri Jiran sudah menghasilkan 4,31 juta transaksi senilai Rp1,15 triliun, menjadikannya mitra terbesar sejauh ini.
Lalu pada November 2023, Singapura masuk ke jaringan, menambah 238.216 transaksi bernilai Rp77,06 miliar.
Tahun ini, jangkauan QRIS diperluas lagi ke Jepang dan China. Dua negara itu bukan hanya destinasi populer wisatawan Indonesia, tapi juga penyumbang wisatawan terbesar ke tanah air.
“QRIS antarnegara bukan hanya soal teknologi, tapi juga integrasi ekonomi kawasan. Makin banyak negara bergabung, makin besar dampaknya untuk pariwisata dan UMKM,” ujar Gubernur BI, Perry Warjiyo.
Wisata dan UMKM Jadi Motor Pertumbuhan
Manfaat paling terasa dari ekspansi QRIS adalah sektor pariwisata. BI mencatat kenaikan penggunaan QRIS oleh turis asing sebesar 35 persen, terutama dari Malaysia, Singapura, dan Thailand. Mereka kini bisa dengan mudah membayar makanan, belanja oleh-oleh, hingga tiket wisata hanya dengan scan kode QR di ponsel.
Destinasi populer seperti Bali, Danau Toba, hingga Yogyakarta menjadi penerima manfaat utama. Para pelaku UMKM yang sebelumnya hanya menerima uang tunai kini bisa melayani pembayaran digital tanpa ribet.
“Dulu wisatawan sering bingung tukar uang. Sekarang tinggal scan saja,” ungkap salah satu pedagang suvenir di Ubud.
Namun, berbeda dengan wisatawan asing, penggunaan QRIS oleh warga Indonesia yang melancong ke luar negeri masih relatif lambat.
BI mencatat adanya perlambatan transaksi di Malaysia, Singapura, dan Thailand. Meski begitu, tren ini diperkirakan akan pulih seiring semakin meluasnya adopsi dan sosialisasi.
Lebih dari Sekadar Transaksi
Sejak diluncurkan pada 2019, QRIS telah diadopsi oleh lebih dari 57 juta pengguna di Indonesia. Perkembangannya tidak hanya soal kenyamanan berbelanja, melainkan juga strategi memperkuat daya saing ekonomi digital.
Ekonom menilai QRIS berhasil menekan biaya transaksi lintas negara dan sekaligus memperluas inklusi keuangan. Pelaku UMKM, yang selama ini terpinggirkan dalam arus globalisasi, kini punya peluang lebih besar masuk ke pasar internasional.
Tak hanya itu, QRIS juga dilihat sebagai instrumen diplomasi ekonomi. Dengan menyatukan pembayaran lintas negara, Indonesia menempatkan diri sebagai pionir dalam integrasi keuangan digital Asia Tenggara.
Tantangan yang Mengadang
Meski pertumbuhannya pesat, jalan QRIS tidak sepenuhnya mulus. Masih ada kendala literasi digital, terutama di pedesaan dan kalangan masyarakat kecil. Selain itu, isu keamanan siber dan perlindungan data pribadi juga terus menjadi perhatian.
“Kepercayaan publik adalah kunci. Kalau keamanan terganggu, adopsi bisa melambat,” kata seorang analis keuangan digital di Jakarta.
Di tingkat internasional, penyelarasan regulasi antarnegara juga menjadi pekerjaan rumah.
Setiap negara memiliki aturan berbeda soal pengawasan transaksi dan sistem pembayaran, sehingga harmonisasi menjadi tantangan besar.
Prospek ke Depan
Dengan masuknya Jepang dan China, BI optimistis nilai transaksi lintas negara akan meningkat tajam. Dua negara itu tidak hanya mitra dagang utama, tetapi juga sumber wisatawan yang potensial.
Jika tren ini terus berlanjut, QRIS bukan hanya akan menjadi kebanggaan nasional, tetapi juga instrumen kunci dalam diplomasi ekonomi regional. Indonesia berpeluang besar memimpin arsitektur pembayaran digital di Asia, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis wisata dan UMKM.
“QRIS adalah wajah baru Indonesia di era digital. Dari warung kecil di Yogya sampai pusat belanja di Tokyo, kode yang sama bisa menyatukan transaksi,” kata Perry. []
