Profil Mira Hayati: Dari Biduan hingga Penahanan sebagai Bos Skincare Merkuri Makassar
Pojoksulsel.com Makassar — Nama Mira Hayati, seorang pengusaha muda yang dikenal dengan julukan “Ratu Emas,” kembali menjadi perbincangan hangat.
Kariernya yang semula gemilang berubah drastis setelah produk skincare miliknya, MH Miracle Whitening Skin, dinyatakan mengandung bahan berbahaya seperti merkuri.
Penangkapan Mira Hayati oleh pihak kepolisian menambah babak baru dalam kisah hidupnya yang penuh liku.
Lahir di Makassar pada tahun 1995, Mira berasal dari keluarga sederhana yang mengajarkannya arti kerja keras sejak dini.
Di usia muda, Mira meniti karier sebagai biduan dangdut di berbagai acara lokal demi membantu perekonomian keluarga.
Namun, pernikahan pada usia 16 tahun membuatnya meninggalkan dunia hiburan dan memulai usaha kecil-kecilan.
Dengan modal yang terbatas, Mira menjual kosmetik secara eceran hingga akhirnya mendirikan bisnis MH Miracle Whitening Skin pada tahun 2020.
Produk ini dikenal luas sebagai pencerah kulit dan dipasarkan secara agresif melalui media sosial, menarik ribuan konsumen dan lebih dari 20.000 reseller dari berbagai negara seperti Indonesia, Arab Saudi, Dubai, Malaysia, dan Hong Kong.
Kesuksesan bisnis skincare ini membawa Mira ke kehidupan yang penuh kemewahan. Sosoknya kerap menghiasi media sosial dengan perhiasan emas yang mencolok.
Salah satu momen paling mencolok adalah ketika Mira memamerkan tas emas seberat 1 kilogram yang dibelinya di Jeddah, Arab Saudi, yang membuat publik menjulukinya sebagai “Ratu Emas.”
Namun, di balik gemerlap kehidupannya, muncul berbagai kontroversi terkait produk yang ia jual. Beberapa konsumen mulai melaporkan efek samping seperti iritasi kulit, yang kemudian memicu perhatian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Pada November 2024, BPOM dan Polda Sulawesi Selatan mengungkap bahwa produk MH Miracle Whitening Skin mengandung merkuri dan hidrokinon, bahan kimia berbahaya yang dapat merusak kulit.
Selain itu, produk tersebut tidak memiliki izin edar resmi.
“Merkuri adalah zat berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, termasuk hiperpigmentasi, kerusakan jaringan, hingga risiko kanker,” ujar Kepala BPOM Sulsel, Rini Kartika.
Hidrokinon, meskipun efektif untuk pencerah kulit, hanya boleh digunakan di bawah pengawasan dokter.
Kasus ini membuat ribuan produk skincare ilegal disita dari gudang penyimpanan di Makassar dan berbagai reseller.
Setelah penyelidikan intensif, Mira Hayati ditangkap pada 20 Januari 2025 oleh Ditreskrimsus Polda Sulsel di kediamannya.
Penangkapan dilakukan setelah polisi memastikan kondisi kesehatannya, mengingat Mira sedang hamil.
Dalam penangkapan tersebut, polisi juga menyita berbagai dokumen dan barang bukti terkait operasional bisnisnya.
“Kami akan terus mendalami jaringan distribusi dan alur keuangan bisnis ini,” kata Kombes Pol Dicky Sondani, juru bicara Polda Sulsel.
Hingga kini, Mira belum memberikan pernyataan resmi. Namun, pengacaranya, Andi Rahmat, menegaskan bahwa kliennya akan bekerja sama dengan pihak berwenang.
“Klien kami mengaku tidak mengetahui adanya penggunaan merkuri dalam produk yang dijual,” jelasnya.
Sementara itu, BPOM berkomitmen untuk memperketat pengawasan terhadap produk kosmetik ilegal.
“Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi konsumen untuk lebih berhati-hati,” tegas Rini Kartika.
Kasus ini memicu kekhawatiran di kalangan konsumen. Fitri (30), salah satu korban, mengaku mengalami iritasi parah setelah menggunakan produk Mira.
“Saya membeli produk ini karena dijanjikan hasil instan, tapi malah kulit saya jadi rusak,” ujarnya.
Bisnis Mira juga mengalami dampak besar. Banyak reseller menghentikan kerja sama karena khawatir terlibat dalam kasus hukum.
Salah satu reseller, yang enggan disebutkan namanya, mengatakan, “Kami merasa tertipu karena produk ini ternyata ilegal.”
Mira didakwa melanggar Pasal 196 dan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar.
Selain itu, ia juga didakwa melanggar Pasal 8 dan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang melarang distribusi produk berbahaya.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi konsumen untuk lebih berhati-hati dalam memilih produk kecantikan.
BPOM menyarankan untuk selalu memeriksa legalitas dan komposisi produk, serta menghindari produk yang menjanjikan hasil instan tanpa dasar ilmiah.
Dari kisah hidupnya yang penuh liku, Mira Hayati kini menghadapi babak kelam yang menjadi pembelajaran besar bagi pelaku usaha dan masyarakat.
Kontroversi ini menyoroti pentingnya integritas dalam bisnis serta edukasi konsumen untuk melindungi diri dari produk berbahaya.
Leave a Reply Cancel reply