Pasang Iklan Pojok Sulsel

Tanah Tak Digunakan 2 Tahun Disita Negara? Ini Klarifikasi Nusron Wahid

Pojoksulsel.com Jakarta, 17 Juli 2025 — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, memberikan klarifikasi terkait isu yang ramai beredar di masyarakat mengenai tanah bersertifikat yang disebut-sebut bisa disita negara jika tidak dimanfaatkan selama dua tahun.

Pernyataan Nusron ini sekaligus menjawab kekhawatiran publik yang muncul pasca pernyataannya dalam sebuah acara nasional viral di media sosial.

Nusron menegaskan bahwa yang dimaksud dengan tanah yang berpotensi disita atau ditetapkan sebagai tanah terlantar adalah tanah dengan status Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB), bukan tanah dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM).

Ia menyampaikan bahwa jika HGU atau HGB tidak dimanfaatkan secara ekonomi ataupun untuk pembangunan selama lebih dari dua tahun, maka pemerintah memiliki dasar hukum untuk menetapkannya sebagai tanah terlantar.

“Policy-nya terhadap yang sudah terpetakan dan bersertifikat, manakala sejak disertifikasikan dalam waktu dua tahun tidak ada aktivitas ekonomi maupun pembangunan apa-apa atau dalam arti tanah tersebut tidak didayagunakan kemanfaatannya, maka pemerintah wajib memberikan surat peringatan,” ujar Nusron dalam pidatonya pada acara Pengukuhan dan Rakernas I PB IKA-PMII Periode 2025–2030 di Hotel Bidakara, Jakarta, Minggu, 13 Juli 2025.

Namun demikian, Nusron menekankan bahwa proses penetapan tanah terlantar tidak dilakukan secara instan atau seketika.

Pemerintah, kata dia, menerapkan mekanisme administrasi bertahap yang melibatkan sejumlah peringatan resmi sebelum status tanah ditetapkan.

“Ada tahapan administrasi dan surat peringatan berjenjang, dengan total durasi proses sekitar 587 hari,” jelas Nusron dalam keterangan tertulis yang diterima pada Rabu, 16 Juli 2025.

Ia juga menepis kekhawatiran sebagian masyarakat bahwa tanah warisan atau tanah milik pribadi akan disita begitu saja.

Dalam penjelasannya, Nusron menegaskan bahwa ketentuan ini tidak berlaku bagi tanah dengan status SHM.

“Tanah SHM tidak memiliki batas waktu pemanfaatan dan tetap dapat diwariskan antar generasi,” tegasnya.

Pernyataan Nusron ini sekaligus menjadi penegasan atas kebijakan pemerintah dalam reformasi agraria, terutama dalam menertibkan pemanfaatan lahan dan mencegah terjadinya penelantaran tanah oleh pihak-pihak yang memiliki izin namun tidak menggunakannya secara produktif.

Sebelumnya, Nusron juga mengungkap bahwa 60 keluarga di Indonesia diketahui menguasai sekitar 48 persen tanah bersertifikat, yang menurutnya merupakan dampak dari kebijakan agraria masa lalu yang tidak berpihak pada keadilan sosial.

“Kebijakan ini merupakan bentuk koreksi terhadap kesalahan kebijakan masa lampau,” ujar Nusron pada kesempatan berbeda.

Kementerian ATR/BPN kini terus mendorong tata kelola pertanahan berbasis teknologi agar pengawasan terhadap status dan pemanfaatan tanah bisa dilakukan secara akurat dan transparan.

Pemerintah juga berkomitmen memastikan agar setiap kebijakan penataan lahan tetap memperhatikan aspek keadilan, tidak merugikan masyarakat kecil, serta menjamin hak-hak pemilik tanah yang sah.

Dengan adanya klarifikasi ini, masyarakat diharapkan tidak terprovokasi oleh informasi yang tidak utuh atau menyesatkan terkait penyitaan tanah.

Pemerintah mengajak seluruh pemilik lahan untuk memanfaatkan tanahnya secara produktif dan sesuai peruntukan, khususnya bagi pemegang HGU dan HGB, guna menghindari status sebagai tanah terlantar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tutup
Pasang Iklan Pojok Sulsel