UPTD PPA Makassar Tegaskan Komitmen Lindungi Anak dan Perempuan: Tanggapan Resmi Atas Kasus Tanty Rudjito – Clara Fransiska Alexander
Pojoksulsel.com, Makassar, 20 Juli 2025 — Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Makassar akhirnya memberikan pernyataan resmi terkait kasus dugaan perampasan anak dan pelanggaran hak identitas anak yang dilaporkan oleh Tanty Rudjito, ibu kandung dari Clara Fransiska Alexander. Rabu (16/7/2025). Kasus ini menyita perhatian publik lantaran menyangkut hak asasi seorang anak, sekaligus potensi pelanggaran hukum yang serius terhadap perempuan sebagai ibu kandung.
Dalam dokumen resmi yang diterima redaksi, UPTD PPA mengonfirmasi bahwa laporan dari Tanty Rudjito telah masuk dan teregistrasi pada 4 September 2024 dengan Nomor Registrasi 2409-365. Laporan tersebut mengungkapkan dugaan pengambilan paksa anak oleh seorang pria bernama Rusdianto, yang beralamat di Perum Espana Blok Costadelsol No. 92, kawasan Tanjung Bunga, Kota Makassar. Dalam laporan, Rusdianto disebut telah melakukan pengasuhan tanpa hak serta mengubah identitas anak secara sepihak tanpa persetujuan ibu kandungnya.
Menurut kesaksian pelapor, pada bulan November 2020, bayi perempuan bernama Clara Fransiska Alexander diserahkan sementara kepada terlapor. Penyerahan ini disebutkan bersifat sementara dan dilandasi oleh rasa empati terhadap terlapor yang saat itu kesulitan mendapatkan keturunan.
Namun, waktu bergulir dan Clara tidak kunjung dikembalikan. Tanty mengaku mulai dibatasi dalam akses bertemu anaknya. Hingga kemudian, ia menemukan bahwa identitas anaknya telah diubah baik nama maupun agama tanpa sepengetahuannya. Situasi ini sontak memunculkan trauma dan kekhawatiran mendalam dari pelapor, yang merasa kehilangan hak keibuannya secara paksa.
UPTD PPA Kota Makassar merespons laporan tersebut dengan melakukan pemanggilan klarifikasi terhadap terlapor. Dalam proses mediasi awal, pihak terlapor mengakui bahwa Clara adalah anak kandung dari pelapor, namun berdalih memiliki surat pernyataan penyerahan anak dari ibu kandung. Akan tetapi, dalam keterangan Tanty, dokumen tersebut tidak dimaksudkan sebagai penyerahan hak pengasuhan permanen, melainkan bersifat sementara.
Setelah muncul indikasi manipulasi data identitas anak dan perubahan agama secara tidak sah, Tanty melanjutkan aduannya ke Unit PPA Polrestabes Makassar. Sayangnya, proses hukum di kepolisian justru menimbulkan pertanyaan baru, karena pelapor merasa tidak mendapatkan perlakuan yang profesional. Ia menduga ada konflik kepentingan dan kerja sama terselubung antara terlapor dan oknum aparat.
Dalam kondisi tersebut, UPTD PPA kembali memberikan pendampingan secara hukum dan psikososial kepada pelapor. Lembaga ini bahkan terlibat dalam dua kali gelar perkara di Polda Sulawesi Selatan, yang keduanya menghasilkan simpulan berpihak pada pelapor. UPTD PPA juga telah berupaya memfasilitasi mediasi agar anak dikembalikan kepada ibu kandung, namun upaya itu ditolak secara sepihak oleh terlapor.
Menanggapi situasi ini, UPTD PPA Kota Makassar menegaskan sejumlah poin penting sebagai sikap kelembagaan:
Hak Anak dan Hak Ibu Tidak Boleh Diabaikan
Anak berhak atas identitas asli, agama yang sesuai dengan asal-usul, serta hak pengasuhan yang layak dari orang tuanya. Tindakan perubahan identitas dan agama tanpa persetujuan ibu kandung merupakan pelanggaran serius terhadap hak anak dan hak sipil ibunya.
Kasus Ini Bukan Persoalan Domestik Semata
UPTD menilai, kasus ini sudah masuk ke ranah hukum publik, dan tidak bisa dianggap sebagai masalah internal keluarga semata. Ini adalah bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak anak yang perlu intervensi hukum.
Pendampingan Akan Terus Dilakukan
Lembaga memastikan akan terus memberikan perlindungan dan pendampingan kepada Tanty Rudjito hingga keadilan ditegakkan.
Dorongan kepada Aparat Hukum untuk Bertindak Tegas
UPTD PPA mendorong agar aparat penegak hukum bersikap netral, profesional, dan tidak tunduk pada intervensi dari pihak manapun dalam menangani kasus ini.
Dalam pernyataannya, UPTD PPA Kota Makassar juga mengimbau lembaga-lembaga perlindungan nasional untuk turut terlibat dalam memantau dan mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Beberapa di antaranya adalah Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Komisi Nasional Perlindungan Anak.
Lembaga-lembaga ini diharapkan dapat mengawal proses hukum agar anak segera dikembalikan ke pelukan ibu kandungnya dan identitas anak dipulihkan sebagaimana mestinya.
Sebagai bagian dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), UPTD PPA Kota Makassar menegaskan komitmennya untuk terus berada di sisi korban, memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak, serta memastikan bahwa setiap warga, terutama kelompok rentan, mendapatkan keadilan yang layak dalam bingkai hukum yang berlaku.
“Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan terus mengawal proses ini hingga anak dikembalikan dan hak-haknya sebagai manusia dipulihkan,” tegas salah satu anggota tim UPTD dalam pernyataannya. (And)
Leave a Reply Cancel reply